Wednesday, March 11, 2009

(lagi-lagi...) soto tauco ala mpok uki


hwe heheheh soto tauco ternyata ditrima juga di mulut dan perut penghuni kantorku yang notabene orang-orang non brebes. ketagihan malah.gile aje, padahal cuma mie rebus yang ber'taste' tauco. siapa sangka ada yang kangen dengan menu ini, boleh deh dicoba:
bahan:
1. biang tauco yang sudah dimasak lagi dan dibumbui gula & cabe
2. mie instan rebus (lengkap dengan bumbu instannya)
3. cabe rawit
4. kecambah
5. daun bawang
6. suwiran ayam goreng
7. gula pasir + garam
8. kecap

yuk, siap2.....
setelah mie instan rebus mendidih, tambahkan irisan cabe rawit, daun bawang, kecambah, suwiran ayam, dan tauco. tambahkan kecap, gula, dan garam, sesuai selera.
gampang kan?! dimakan dengan atau tanpa nasi, piring atau mangkok, monggo ajah. kalau enak tetap aja enak. apalagi dimakan hangat-hangat, ditambah bawang goreng dan krupuk, uenak pollll. lebih asik lagi disantap dengan orang-orang yang semeleh yang selalu riang gembira. gitu ajah kok susah yaaaaaa?!

Labels:

Friday, November 28, 2008

TAHU SIWIL


Tahu dengan tempelan adonan pati kanji. Adonan berasa gurih dengan irisan daun kucai. Digoreng dan dimakan selagi hangat dengan cabe rawit atau cocolan sambal. Wow, enaknya. Jadi mengingatkan suasana 'ngapak-ngapak' di kampung. Dinikmati sambil memandangi rintik hujan juga asik. Karena banyak penggemarnya, tahu siwil bisa dengan mudah diakses. Selain di beberapa kota selain Brebes dan Tegal, tahu siwil sudah beredar sampai ke Jogja. Seperti penjual martabak dari Lebaksiyu yang ada di mana-mana. Dan kabar terbaru, jika para fans mampir di wilayah asalnya, produsen menyediakan bentuk mentahnya. 1 paket berisi tahu segiempat berwarna kuning dan adonan, yang bisa digoreng sendiri.

Labels:

Monday, September 18, 2006

Baso KOJEK

BASO KOJEK
Kira-kira artinya baso yang bulat seperti kojek (=bunder/bulet/gundul, red.kamus pribadi). Kalau jaman sekarang mungkin mirip dengan cilok, ondol-ondol, dll. Kalau tidak salah terbuat dari campuran tepung kanji dan terigu yang dibumbui garam, merica, bawang putih, daun kucai. Dibuat seperti bola-bola bakso dicemplungkan dalam rebusan air mendidih, dibiarkan mengapung, kemudian dikukus. Dimakan bersama saos kacang dan kecap.
Seorang penjual baso kojek di era kanak-kanakku namanya selalu tidak berhasil kuingat (Pak Radi? Atau siapa ya?!) tapi teknis menjual tidak pernah terlupakan.
Dengan mengendarai sepeda berpayung, si penjual membawa 1 dandang berisi baso kojek ditemani dengan bumbu kacang dan sebotol kecap, plastik pembungkus dan lidi yang sudah dipotong-potong ± 5 cm berfungsi sebagai garpu. Towet…towet…towet..! klaksonnya memanggili pembeli-pembeli kecil.
Rupanya kala itu pun si bapak sudah memiliki sense marketing cukup cerdas. Supaya menarik pembeli, baso kojek dagangannya diisi dengan abon, daging tetelan, bawang goreng, irisan kecil daun kucai atau sledri. Masing-masing isi dapat ditukar dengan hadiah-hadiah kecil seperti pensil, setip, penggaris, notes pramuka, gambar tempel, dan kartu bergambar. “Pak, aku abon kiye!” Teriakan kecil sambil menunjukkan kojek yang sudah digigit separo. “Enyong berarti olih buku kiye ya!” Hahahahaha….Alhasil jika ingin memiliki barang-barang yang diiming-iming si penjual, anak-anak akan membeli berulang-ulang hingga menemukan rasa yang sesuai dengan hadiah yang ditawarkan. Wah,….. Padahal tidak semua baso kojek ada isinya lo jadi untung si bapak dong karena dagangan cepat habis sementara stationary bonusnya masih tersisa. Boleh ni ditiru.

in the past

Jika anak-anak jaman sekarang asik dengan play station, game watch, barbie, atau technology games lainnya, tidak demikian dengan masa-masa tahun 80-an. Mo dengar?!...
Di suatu desa kecil di Brebes, listrik belum 100% dimiliki setiap keluarga jadi ada beberapa gang, rumah, dan sudut-sudut lain yang lebih redup karena memakai lampu sentir atau bahkan hanya berlampu bulan. Tapi meskipun begitu tidak menjadi masalah ketika anak-anak menghabiskan malam selepas maghrib untuk bermain sebentar di luar rumah.

Ada satu permainan petak umpet yang selalu membuat terkenang-kenang. Seperti biasa yang namanya petak umpet selalu ada yang sembunyi dan yang mencari. Terus bergantian sampai pemain memutuskan untuk berhenti. Nah, ada petak umpet yang mengesankan dan bisa jadi lain daripada yang lain. Permainan tidak dilakukan perorangan tapi berkelompok. Lucunya, setiap kelompok yang kebagian bersembunyi akan mencari tempat persembunyian yang ‘aneh’ tapi ‘asik’. Kebun pohon pisang adalah salah satu tempat persembunyian yang menarik. Anak-anak naik ke atas dahannya sambil menahan tawa (deg-degan juga kalau ketahuan lawan main). 1 pohon 1 anak. Dan entahlah, dalam gelap hanya dengan penerangan langit yang terang bulan, kelompok pencari dengan kreatif berhasil menemukan ‘musuh-musuh’nya. Hahahaha… menggunakan tongkat bambu menyangga pisang yang miring, mereka menjolok-jolokkan badan yang sedang erat memeluk dahan di atas. “Hayo! Sapa kuwe?!” Hahahahaha…

Atau, tempat persembunyian yang tidak kalah ‘heboh’ adalah tumpukan anggas/damen (tanaman padi yang selesai diiles dan kering). Anak-anak masuk ke dalamnya dan grup pencari akan menginjak-injak timbunannya. Bisa dibayangkan, badan tidak saja pegel-pegel tapi juga gatal-gatal karena tergores/tergesek tangkai-tangkai padi itu. Hahahahaha

Ketika itu anak-anak jarang yang merasa takut gelap (tidak seperti anak-anak sekarang yang terkontaminasi “dunia lain”). Kalaupun tiba-tiba ada kelompok pencari yang memutuskan untuk pulang tanpa pamit bukan karena takut dengan setan atau hantu di malam yang semakin gelap, tapi lebih disebabkan CURANG…….huuuuuuuuu (curang juga manusiawi kan asal jangan keterusan hehehe…)

Believe it or not… anak-anak dan keponakan-keponakan saya paling seneng mendengarkan cerita masa lalu itu. Meskipun sudah berulang-ulang kok mereka tidak bosan-bosan ya.

pengunjungku, thanks ya
Free Site Counters